Pemerhati pendidikan di Indonesia menegaskan bahwa hukuman fisik bukanlah bagian dari Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang sehat dan efektif. Hukuman fisik terhadap siswa tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga tidak efektif dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Hukuman fisik seringkali dilakukan oleh para guru atau tenaga pendidik sebagai upaya untuk mendisiplinkan siswa yang dianggap nakal atau tidak patuh terhadap aturan sekolah. Namun, tindakan ini justru dapat menimbulkan trauma dan merusak hubungan antara guru dan siswa.
Menurut pemerhati pendidikan, pendekatan positif dan pembinaan yang dilakukan secara bijaksana lebih efektif dalam membentuk karakter dan perilaku siswa. Guru dapat menggunakan metode pengajaran yang kreatif dan berorientasi pada pembelajaran yang menarik, sehingga siswa merasa terlibat dan termotivasi untuk belajar.
Selain itu, penting bagi sekolah untuk memberikan pelatihan dan dukungan kepada guru dalam mengelola kelas dan merespons perilaku siswa secara positif. Dengan membangun hubungan yang baik antara guru dan siswa, maka lingkungan belajar yang harmonis dan produktif dapat tercipta.
Pemerhati pendidikan juga menekankan pentingnya peran orang tua dalam mendukung pendidikan anak-anak mereka. Orang tua perlu terlibat aktif dalam mendampingi proses belajar mengajar di rumah dan sekolah, serta menjalin komunikasi yang baik dengan guru untuk mendukung perkembangan anak.
Dengan menghapuskan hukuman fisik dan menggantinya dengan pendekatan yang positif dan pembinaan yang bijaksana, diharapkan KBM di Indonesia dapat menjadi lebih efektif dan menyenangkan bagi semua pihak yang terlibat. Pendidikan yang berkualitas tidak hanya melibatkan proses belajar mengajar di kelas, tetapi juga memperhatikan aspek psikologis dan emosional siswa demi menciptakan generasi yang cerdas, berintegritas, dan berakhlak mulia.